Banyak pengalaman baru menjadi pekerja di bisnis pengolahan kelapa sawit ini. Tugas sebagai PR membawaku menjadi penjelajah ke daerah yang masih baru samaku. Dalam setahun, bisa melakukan perjalanan dinas berkali-kali ke daerah Galang, Labuhan Batu Selatan, Rokan Hilir (Riau), Subulussalam (Aceh), dan Dharmasraya (Sumatera Barat). Bertemu dan berinteraksi dengan beragam suku dan agama.
Ketika di Dharmasraya, tugas membuatku bersahabat dengan para sesepuh di Ninik Mamak, dari etnis Minang. Bergaul dengan orang-orang Aceh dan Pakpak yang merantau ke Subulussalam. Bersahabat dengan orang-orang Jawa (Pujakesuma) di Rokan Hilir, dan orang-orang Mandailing di Labusel. Kelak ini sangat bermanfaat ketika mengajar mata kuliah Kebudayaan Indonesia.
Ada beberapa pengalaman yang masih kuingat ketika bekerja di bisnis pengolahan kelapa sawit. Pertama, mengukur tanah yang hendak dibeli perusahaan di Dharmasraya dan harus melewati sungai. saat keluar dari sungai, sekujur badanku penuh dengan pacat. Untung kawanku sigap menolong, walaupun badannya juga ternyata sama denganku, juga ditempeli pacat.
Kedua, berkenalan dengan lahan gambut di Subulussalam. Penanaman sawit di lahan gambut memerlukan teknik tertentu. Tanah harus dibentuk seperti bedengan agar sawit bisa ditanam dan tumbuh dengan baik. Aku harus rela beberapa kali terbenam dalam lumpur ketika melihat para pekerja menggunakan beko.
Ketiga, terlibat dalam negosiasi dengan ratusan karyawan yang diberhentikan karena perusahaan di Sumbar dijual. Pembeli tak ingin menerima begitu saja karyawan sebelumnya. Mereka harus diberhentikan dulu, dan kemudian diseleksi ulang dengan masa kerja nol, kalau ingin bekerja di manajemen baru. Suasana begitu menegangkan, apalagi hadir senjata laras panjang saat negosiasi. Akhirnya pendekatan persuasif dan kultural membuat proses negosiasi berjalan baik dalam persaudaraan mendalam.
Keempat, berurusan ke DPRD Sumut karena ada pengaduan yang masuk ke sana. Perasaan yang aneh, karena masuk ke sana mewakili perusahaan, dan bukan sebagai wartawan, seperti lakon yang kujalani ketika di SIB dan Tribun Medan. Ternyata ketemu sahabat baik yang saat itu menjadi anggota dewan dan membantu menjernihkan persoalan.
Kelima, tugasku sebagai PR juga mempertemukanku dengan aparat dari berbagai kesatuan, dengan gayanya masing-masing. Cara wartawan dan Public Relation berbeda dalam menghadapi masalah. Wartawan kadang bisa keras dengan penanya, namun PR karena mewakili perusahaan, harus tetap mengalah, sebab kepentingan yang lebih besar harus dijaga.
Setelah bekerja selama enam tahun lebih di bidang pengolahan kelapa sawit ini, akhirnya aku berpisah dengan bisnis ini. Aku sadar tak mungkin mengerjakan banyak hal secara bersamaan dalam hidupku. Harus ada yang dilepas, agar lebih fokus menjalani waktu-waktu yang masih diberikan Tuhan. Tahun 2018, aku meninggalkan bisnis sawit, fokus dalam panggilan mengajar sebagai dosen dan wartawan.(Bersambung)
Tag: